Sleman – Kompassindonesianews
Bupati Sleman, Harda Kiswaya, menyoroti kasus sengketa tanah yang menimpa seorang warga bernama Evi Fatimah.
Pasangan suami istri ini berprofesi sebagai guru honorer salah satu sekolah swasta bernama, Hedi Ludiman (49) tahun dan istrinya bernama Evi Fatimah (38) tahun menjadi korban mafia tanah di Sleman.
Korban mafia tanah ini juga didampingi oleh Koordinator Aliansi Rakyat Peduli Indonesia (ARPI) DIY, Dani Eko Wiyono datang ke Pemkab Sleman pada Rabu (14/05).
Bupati Sleman, Harda Kiswaya, menyampaikan keprihatinan dan menegaskan pentingnya kehati – hatian dalam menjalin kerja sama dengan pihak luar terutama terkait aset tanah.
“Jangan asal percaya, setiap kerja sama harus di pahami secara menyeluruh termasuk isi dokumen sebelum menandatangani kerja sama tersebut,” ujar Harda kepada awak media.
Menurutnya, banyak persoalan yang serupa bermula dari ketidak telitian saat transaksi. Ia meminta masyarakat memastikan keabsahan perjanjian tersebut, agar tidak dirugikan.
Terkait perubahan nama dalam sertifikat, Harda menilai BPN memiliki kewenangan untuk menelusuri dan mengungkap prosesnya.
“Perjalanan sertifikat itu akan menunjukkan siapa yang bertanggung jawab dari sana bisa diminta penjelasan,” tambahnya.
Ia menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Sleman, siap memberikan pendampingan hukum bagi masyarakat korban mafia tanah. Bagian hukum daerah akan mendampingi warga bila diminta secara resmi dan tidak dipungut biaya sedikitpun.
Harda Kiswaya, juga menerangkan bahwa ia sudah dihubungi Lurah setempat. “Jika korban membutuhkan dukungan kami siap,” ucapnya.
Kasus ini menurutnya menjadi pelajaran penting bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam setiap bentuk transaksi terutama menyangkut aset yang bernilai tinggi.
Sementara itu, Hedi Ludiman, saat diminta keterangan mengucapkan terima kasih kepada Bupati Sleman yang telah merespon dan membantu saya. “Dan juga kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh media, yang telah mendukung kami sebagai orang yang terzalimi,” ujar Hedi.
Selanjutnya, kami akan sowan ke DPRD Kabupaten Sleman dulu. Setelah itu, besok baru ke BPN karena tadi dihubungi Kepala BPN nya tidak ada di Kantor.
Kedatangan kami ke DPRD Kabupaten Sleman, mau minta bantuan. Saya akan menceritakan permasalahan yang dari awal sampai akhir, kami ini di ombang ambing masalah hukum. Maaf sebelumnya, saya juga minta maaf sebelumnya di ombang ambing di kepolisian di Polresta Sleman dan Polda DIY. Di Polresta Sleman di ombang ambingkan karena pernah terjadi berkasnya hilang jadi kasusnya berlarut-larut oleh penyidik lama, tapi kalau penyidik yang baru tidak. Tapi penyidik yang lama entah di sengaja atau tidak saya tidak tau berkasnya hilang, dan pernah saya gugat di Pengadilan lewat pengacara tapi gugatannya 10 lembar masuk ke gugatan saya.
“Jadi saya agak kebingungan pada waktu itu, dan saya kalau lapor di Polda DIY juga di permainkan juga sering di SP3 seperti itu,” tutupnya. (JN)