Jakarta, Kompassindonesianews.com
Seorang ibu L mengungkapkan kesedihan dan kekecewaannya setelah kehilangan hak asuh putrinya Mawar (Nama Samaran).
Ibu L memaparkan bahwa mantan suaminya S telah mengambil paksa anaknya Mawar (Nama Samaran) dari tangannya. Padahal ibu L telah mendapatkan akte hak asuh anaknya.
“Selain itu juga sudah ada kesepakatan hukum yang menetapkan saya sebagai pemegang hak asuh anak,” katanya kepada wartawan, Senin (03/3/2025).
Menurutnya, kesepakatan tersebut dibuat dalam perjanjian dihadapan notaris di Jakarta pada 19 November 2019. “Dalam pasal 3 perjanjian tersebut dinyatakan bahwa hak asuh anak yang masih di bawah umur diberikan kepada saya.
Namun mantan suami saya S melanggar atas perjanjian tersebut dengan mengambil paksa anaknya dari saya sebagai memiliki hak asuh.
“Saya akan terus berjuang melalui jalur hukum, demi mendapatkan kembali hak asuh anak saya Mawar(Nama Samaran)” kata ibu L .
“Anak saya Mawar (Nama Samaran),adalah anak yang berprestasi bahkan pernah menjadi peserta olympiade Matematika tingkat internasional dan membawa nama baik Indonesia,” ungkap ibu L.
Ibu L. mengungkapkan kekhawatiranya terhadap kondisi putrinya Mawar (Nama Samaran) setelah kehilangan kontak sejak di ambil alih oleh mantan suaminya S.. “Bahkan anak saya Mawar,(Nama Samaran) telah diberi obat yang masuk kategori obat keras, tanpa persetujuan dari saya. Meskipun anak saya sebelumnya sehat secara fisik dan mental,” ungkapnya.
“Saya bener bener shock mengetahui anak saya Mawar (Nama Samaran) dicekokin obat tersebut. Bukan anak saya yang sakit, dia ceria dan penuh semangat, tapi sejak diambil paksa psikologisnya berubah drastis,” papar ibu L lagi.
“Segala kemauan anak saya cenderung dituruti oleh mantan suaminya S, walaupun gak benar,” kata ibu L mengutip keterangan salah seorang saksi.
Ibu L berharap bisa mendapatkan kembali hak asuh anaknya, Mawar (Nama Samaran) serta memastikan putrinya mendapatkan perlindungan hukum yang layak.
Ibu L menekankan pentingnya transparansi dalam pemberian obat kepada anak di bawah umur dan menghindari penyalahgunaan pengobatan yang dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik anak.
“Sungguh tidak manusiawi, saya hanya ingin bertemu putri saya Mawar (Nama Samaran), tapi semua akses kepada saya diputus. Bahkan komunikasi pun tidak diperbolehkan,” pungkas ibu L
(Berita ini telah diubah karena dinilai oleh Dewan Pers melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Pedoman Pemberitaan Media Siber,
dan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak)
( Bens )