Ketegangan Timur Tengah Memuncak: Iran Ancam Serang Media Pro-Netanyahu dan Fasilitas Nuklir Israel, Dunia Islam Didorong Bersatu Bela Palestina

Timur Tengah,- kompasindonesianews.com_ Kembali berada di ambang konflik besar setelah Iran mengeluarkan peringatan keras terhadap Israel, termasuk ancaman langsung terhadap salah satu jaringan televisi pro-pemerintah dan fasilitas nuklir strategis. Di saat yang sama, dunia Islam kembali dihantui pertanyaan besar: sampai kapan hanya diam dan beretorika, sementara rakyat Palestina terus menjadi korban kekerasan tanpa henti?

Menurut laporan yang beredar pada 20 Juni 2025, Iran secara resmi telah mengeluarkan perintah evakuasi terhadap gedung-gedung yang digunakan oleh Channel 14, sebuah stasiun televisi yang dikenal sebagai corong propaganda Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Saluran ini disebut secara terbuka mendukung kebijakan keras pemerintah Israel terhadap Palestina dan dianggap sebagai bagian dari sistem yang mendorong dan mempromosikan terorisme negara. Iran menyebut bahwa dalam waktu dekat, jaringan ini akan menjadi target sah serangan rudal sebagai respons atas agresi militer Israel di Gaza dan wilayah Palestina lainnya.

Tak berhenti di situ, tentara Iran juga menyerukan evakuasi terhadap Reaktor Nuklir Dimona, sebuah fasilitas sensitif milik Israel yang terletak di Gurun Negev. Dimona selama ini dianggap sebagai jantung dari kekuatan nuklir Israel yang tidak pernah secara resmi diakui keberadaannya. Peringatan ini mengirimkan sinyal serius bahwa Iran siap menaikkan eskalasi konflik ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan kemungkinan menyasar langsung infrastruktur strategis milik Israel.

Pernyataan menarik datang dari Assaf Cohen, mantan wakil kepala Unit 8200, yang dikenal sebagai badan intelijen siber elite Israel. Dalam wawancara televisi, ia mengakui bahwa Iran secara sengaja menargetkan hanya pangkalan-pangkalan militer Israel, bukan wilayah sipil. Pengakuan ini mengejutkan publik Israel dan sekaligus menguatkan klaim bahwa serangan Iran selama ini diarahkan secara strategis, bukan membabi buta, seperti yang sering dikampanyekan media barat. Pernyataan Cohen mempermalukan narasi pemerintah yang mencoba menggiring opini bahwa Iran merupakan ancaman terhadap warga sipil.

Sementara itu, dunia Islam kembali diuji. Dalam diskusi internal dan pernyataan dari tokoh masyarakat, suara kekecewaan terhadap sikap pasif negara-negara mayoritas Muslim kembali mencuat. Sejumlah suara mempertanyakan kapan Arab Saudi akan turun tangan, atau kapan Indonesia — negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia — akan secara aktif membela rakyat Palestina di luar batas retorika diplomatik.

Di tengah api yang terus membakar Gaza dan kota-kota Palestina lainnya, masyarakat internasional menyaksikan bagaimana anak-anak, perempuan, dan warga sipil Palestina dibombardir siang malam. Beberapa tokoh menyatakan bahwa meskipun motivasi Iran mungkin bukan sepenuhnya karena solidaritas terhadap Palestina, namun rakyat Palestina saat ini justru lebih merasa terbantu dan dihargai oleh tindakan nyata Iran, ketimbang oleh ulama dan negara-negara Muslim yang hanya berpolemik seputar aqidah.

Ada pula seruan reflektif terhadap psikologi politik global. Ditekankan bahwa dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina tidak harus dilihat sebagai dukungan terhadap mazhab tertentu seperti Syiah. Seperti halnya Rusia dan Iran yang membantu Suriah dalam kerangka strategis, bukan ideologis, maka langkah serupa bisa dimaklumi dalam konteks pertahanan terhadap penindasan dan kolonialisme. Pandangan ini menunjukkan adanya pergeseran pemikiran di kalangan masyarakat Muslim, yang lebih mendorong pada aksi nyata dan persatuan, ketimbang terperangkap dalam perdebatan sektarian yang berlarut-larut.

Kondisi ini menunjukkan bahwa dunia Islam sedang berada pada titik genting. Realitas penderitaan rakyat Palestina tidak bisa lagi dihadapi dengan pertemuan diplomatik kosong atau kecaman-kecaman basa-basi. Dunia sedang menyaksikan babak baru dalam perjuangan kemerdekaan Palestina, di mana solidaritas sejati diukur dari tindakan, bukan pernyataan.

Dalam konteks ini, muncul seruan yang jelas: dunia Islam harus bersatu, keluar dari jebakan perbedaan internal, dan menunjukkan sikap tegas terhadap penjajahan yang terus berlangsung. Jika tidak sekarang, maka kapan lagi? Dan jika bukan umat Islam sendiri yang bergerak, siapa lagi yang bisa diandalkan. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *