BATAM, kompasindonesianews.com – 21 April 2025 — Dalam upaya menegakkan hukum keimigrasian dan menjaga kedaulatan wilayah, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam berhasil mengungkap dan menindak kasus penyalahgunaan izin tinggal oleh sembilan warga negara asing (WNA) yang terlibat dalam kegiatan produksi film tanpa izin kerja resmi di wilayah Batam. Tindakan administratif berupa deportasi telah dijalankan pada Jumat, 18 April 2025, melalui Pelabuhan Internasional Batam Center.
Kasus ini bermula dari temuan awal pada tanggal 11 April 2025, saat petugas Imigrasi Batam menerima laporan masyarakat mengenai aktivitas syuting yang mencurigakan di sebuah hotel berbintang di kawasan Batam Center. Setelah melakukan penyelidikan intensif, Tim Penindakan Keimigrasian mendapati bahwa sembilan WNA — delapan di antaranya berkewarganegaraan Singapura dan satu dari Malaysia — tengah melakukan produksi serial film di lokasi tersebut tanpa izin kerja yang sah sesuai regulasi yang berlaku di Indonesia.
Kepala Seksi Penindakan Keimigrasian, Muhammad Faris Pabittei, mengungkapkan bahwa para WNA tersebut masuk ke Indonesia hanya dengan menggunakan Visa on Arrival (VOA) dan Izin Tinggal Kunjungan, yang secara hukum tidak mengizinkan mereka untuk melakukan aktivitas profesional, apalagi yang bersifat komersial seperti pembuatan film. Jenis visa yang digunakan hanya berlaku untuk kunjungan wisata, bukan untuk bekerja atau menjalankan proyek bisnis.
“Ini bukan hanya soal syuting semata, tetapi tentang ketaatan terhadap aturan yang mengatur kehadiran orang asing di negara kita,” ujar Faris Pabittei dalam konferensi pers. “Produksi film, meskipun berbasis seni dan budaya, tetap masuk dalam kategori pekerjaan profesional yang harus ditunjang oleh visa yang sesuai, seperti visa indeks C14, D14, atau E23K.”
Pihak hotel yang menjadi lokasi syuting pun mengaku tidak mengetahui bahwa aktivitas yang dilakukan oleh tamu-tamunya tersebut telah melanggar hukum keimigrasian. Mereka hanya menerima permintaan penggunaan fasilitas dari pihak produksi yang menyatakan telah mengantongi izin lokasi dari Kementerian Kebudayaan. Namun demikian, dari sisi keimigrasian, penggunaan fasilitas tersebut tetap harus didukung oleh izin tinggal yang sah.
Dalam proses pemeriksaan, para WNA tersebut tidak dapat menunjukkan dokumen tambahan seperti surat izin kerja atau visa khusus pekerja seni. Sebagai akibatnya, selain dikenai deportasi, mereka juga dimasukkan ke dalam daftar penangkalan atau blacklist. Dengan demikian, mereka tidak akan diizinkan kembali memasuki wilayah Indonesia dalam waktu tertentu yang ditentukan oleh pihak Imigrasi.
Kepala Kantor Imigrasi Batam menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi pelajaran penting bagi seluruh pelaku industri kreatif asing yang ingin berkegiatan di Indonesia. Ia menekankan bahwa keterbukaan Indonesia terhadap kerja sama internasional dalam bidang seni dan budaya tidak serta merta dapat dimanfaatkan tanpa mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
“Visa bukan sekadar lembar administratif. Ia adalah instrumen pengawasan dan perlindungan terhadap kedaulatan negara. Bila dilanggar, negara wajib bertindak tegas,” tegas Kepala Imigrasi Batam.
Ia juga menambahkan bahwa Batam kini telah berkembang menjadi kawasan strategis dalam sektor pariwisata dan industri kreatif. Karena itu, keberadaan WNA yang beraktivitas di kota ini harus senantiasa dalam pengawasan ketat, terutama untuk mencegah praktik-praktik ilegal yang dapat merugikan negara baik dari sisi ekonomi, hukum, maupun reputasi internasional.
Sejumlah pihak menyambut baik langkah tegas ini. Akademisi, pelaku industri film lokal, hingga pelaku usaha pariwisata menyatakan bahwa penegakan hukum yang konsisten merupakan kunci dalam menciptakan ekosistem industri yang sehat dan profesional di Tanah Air.
“Ini adalah peringatan keras, bahwa siapa pun yang masuk ke Indonesia harus mematuhi hukum kita, termasuk dalam hal administrasi keimigrasian. Jangan sampai kelemahan dalam pengawasan dimanfaatkan untuk kegiatan ilegal yang justru merugikan bangsa,” ujar salah satu pengamat hukum keimigrasian di Batam.
Penegakan hukum keimigrasian oleh Kantor Imigrasi Batam ini menegaskan bahwa Indonesia serius dalam menjaga integritas wilayah dan aturan hukum nasional. Langkah ini sekaligus menjadi sinyal kepada dunia bahwa Indonesia tidak akan mentoleransi segala bentuk pelanggaran hukum, sekecil apa pun bentuknya.
Laporan ditulis oleh: Nursalim Turatea